Sudut Pandang

Ini adalah perputaran sudut pandang. Saya merasakan hal tersebut, dan mungkin, kelak juga akan merasakan banyak perputaran sudut pandang lagi. Bukankah itu salah satu cara agar kita mengerti?

Ini sebuah pengingat, agar ketika saya sedang berada pada sudut pandang yang tampak salah, maka saya akan kembali berputar ke sudut pandang hingga itu tampak benar. Semoga. Karena pada hakikatnya, manusia itu memang dinamis.

Suatu saat, saya duduk di bangku semen seraya menatapi layar ponsel. Di sebelah saya, segerombol remaja putri a.k.a adek tingkat saya duduk seraya ngobrol-ngobrol huru hara dan sebagai mahasiswa tingkat akhir, tentu tahu apalah yang mendominasi percakapan mereka. Well. Tugas akhir.

Sekelumit percakapan yang kira-kira semacam ini, ' eh enak ya tugas akhir fakultas lain, masa temenku ada yg bilang kalo dia tinggal copas-copas, bisa ujian di rumah dosen, dalam 2 pekan konsul aja bisa ujian, eh malah ada fakultas lain yang tugas akhirnya bisa berkelompok, lha coba kalo mereka kuliah di sini, dihhh...'

Lalu mulai ngobrollah tentang birokrasi, jadwal, demokrasi.. *ehh enggak ding :-P.

Itu perbandingan. Dulu (mungkin sekarang juga) saya juga punya sekelebat pemikiran semacam itu, saya dan teman-teman pernah berada dalam posisi membahas hal semacam itu, pernah menghadapi pertanyaan dengan perbandingan tentunya, si itu yang kuliah di sana udah bisa lulus lho, atau kebanggaan semacam ini, aku aja dua bulan ngerjain bisa kelar, kemudian biasanya akan dilanjutkan dengan menyemprot lawan bicara tersebut (dalam hati tentunya), enak aja, lu kagak ngerasain betapa halangrintangnya keluar dari kampus ini bla bla bla dan seterusnya.

Itu perbandingan. Lucu juga ketika ada orang yang membandingkan dua hal yang jelas jelas berbeda, sangat amat berbeda, tentu saja, itu tidak akan pernah sama. Sepanjang apapun, secapek apapun kita membandingkan dua hal yang sangat-sangat berbeda, keduanya tidak akan pernah menjadi sama. Sampai kapan pun.

Saya cuma mau bilang, untuk pengingat diri saya sendiri juga tentunya, bahwa kita adalah apa yang kita hadapi. Jika kita menganggap fakultas atau orang lain terlihat mudah, jangan pernah membandingkannya dengan diri kita. Mereka berbeda, dan kita pun berbeda dari mereka, apa yang kita hadapi pun jelas berbeda. Silahkan mereka mudah-mudah saja menjalaninya, kita pun seharusnya juga punya cara untuk mempermudahnya dan konsekuensi kita memang untuk menghadapi apa yang harus kita hadapi, bukan menghadapi apa yang orang lain hadapi.

Kalau memang untuk keluar dari sini sulit, ya karena sejak awal kita sudah memilih untuk masuk ke sini. Apa-apa yang kita hadapi di sini tentu berbeda dengan apa-apa yang dihadapi orang lain. Percayalah, menjadikan hal tersebut sebagai alasan atau mekanisme pertahanan ego atau pembenaran apapun, tidak selalu membuat semuanya menjadi begitu mudah.

Saya pernah seperti itu dan sekarang ketika saya sudah separuh berjalan di sana, sudut pandang saya berputar ketika menghadapi pernyataan-pernyataan semacam itu. Mari dijalani saja, sepanjang kita tidak berhenti pasti juga akan berakhir. Saya melihat sendiri tentang orang-orang yang sudah mencapai batas akhir, mereka pernah menghadapi kesulitan-kesulitan dan mereka juga berhasil melampauinya ketika mereka terus berjalan, tidak berhenti.

Dan mungkin, sudut pandang mereka saat ini pun, sudah berubah juga dalam menyikapi permasalahan yang berkaitan dengan tugas akhir. Bahwa mereka terus berjalan dan mereka, bisa. 

Bagaimana dengan urusan untuk membuat orang lain mengerti dengan apa yang tengah kita jalani? Ahh, terkadang, kita pun tidak perlu melakukan apa-apa karena seringkali, pada akhirnya mereka akan mengerti ketika mereka tiba-tiba berada pada situasi yang sama. Yahh, tinggal mau menyadarinya atau tidak. 

Tuhan selalu punya cara untuk membuat kita mengerti, selama kita juga mampu menyadarinya :-)

Komentar

Postingan Populer