Lahiran

Bismillahirrahmanirrahim

Saya agak gamang ketika menuliskan ini, tetapi mungkin ini memang harus dituliskan sesuai dengan apa yang menjadi tujuan pertama saya ingin menuliskannya.

Begini, saya tidak tahu persis bagaimana perasaan saya yang sebenarnya ketika menerima lima eksemplar novel hadiah untuk penulis dari penerbit. Iya, novel pertama saya. Judulnya Phosphorus, terbitan Sabil Diva Press. Waktu itu saya masih di Surabaya ketika Ibu menelpon, mengabarkan tentang kiriman paket. Saya gembira kala itu, tetapi bukan kegembiraan yang membuat saya melompat-lompat di atas kasur. Karena di antara kegembiraan tersebut, terselip sebuah kegamangan. Sebuah kegamangan yang entah kenapa menyergap hati saya ketika saya seharusnya gembira atas terbitnya novel tersebut.

Dan kegamangan itu semakin menjadi ketika saya membaca kembali novel tersebut. Saya malu. Juga tepok-tepok jidat ketika menelusuri kalimat-kalimat yang saya tulis sejak dua tahun lalu itu. Ah, apa ini yang saya tulis. Ah, jangan-jangan saya telah melahirkan 'bayi prematur'. 'Bayi prematur' yang tidak akan bertahan lama dalam dunia ini. Apa sihh. Tapi memang begitulah adanya. 

Mari saya singkirkan sejenak tentang kualitas. Sejak awal kepenulisan, tentu saja saya tidak menanamkan harapan bahwa tulisan saya menyamai kualitas Dewi Lestari atau Andrea Hirata. Ha!--Gebukbuku--.

Saya berbicara tentang persoalan kegamangan itu. Ketakutan-ketakutan tentang novel yang saya tulis itu sendiri. Tentu saja ada pertanggungjawaban dalam sesuatu yang kita tulis. Bisa jadi itu tentang kualitas, isi, dan yang terpenting tentu saja moral. Ketakutan-ketakutan itu yang membuat saya awalnya tidak berniat terlalu mempublikasikan novel tersebut hingga suami saya menuliskan status terbitnya novel tersebut lewat akun saya. Sampai tulisan ini dibuat, hanya suami dan ibu saya yang saya izinkan untuk membacanya. 

Hingga ketika teman-teman menagih bentuk fisik novel tersebut, saya belum juga heboh memperlihatkannya hingga saat ini. Entahlah. Ada semacam ketidaknyamanan ketika orang lain terlalu overestimate terhadap kita. Seolah-olah menerbitkan buku itu merupakan kesuksesan besar (meskipun kadangkala begitu juga). Membuat tulisan kita mengutuh menjadi bentuk fisik yang layak ditenteng kemanapun memang bukan perkara yang mudah, tetapi ketika bentuk fisik itu lahir, segalanya seharusnya tidak berhenti sampai di situ. Rimba penerbitan yang begitu kompleks seringkali hanya menampakkan segelintir realita indah, padahal ribuan realita tak menyenangkan dalam dunia kepenulisan dan kepenerbitan juga ada. Dan nyata.

Maka, kelahiran sebuah tulisan, tidak hanya cukup berhenti pada proses mengutuhnya fisik tulisan tersebut. Kendati ada yang berkata, jangan pikirkan tulisanmu yang telah lalu, curahkanlah energi untuk karya selanjutnya. Tetapi sekali lagi, ada pertanggungjawaban moral yang harus kita (saya) lakukan terhadap apa yang kita (saya) tulis. Seperti halnya kelahiran bayi, prosesnya tidak akan selesai hanya pada titik kelahirannya saja. Kemudian ada banyak hal yang harus kita cermati, kita dengarkan, kita olah, kita perbaiki.

Hal-hal semacam itulah yang kini tarik menarik dalam diri saya. Menjadi kegamangan yang belum berkesudahan, terkadang saya berada di titik ingin mempublikasikannya dengan kehebohan layaknya tsunami, tetapi di titik lain saya ingin menyembunyikan keberadaannya, ingin kalem saja dalam merespon kelahirannya.

Kemudian, beberapa saat sebelum saya menuliskan ini, tiba-tiba saja saya teringat tujuan pertama saya melahirkannya. Memperjuangkannya menjadi bentuk fisik sekitar dua tahun yang lalu. Awal mulanya bagaimana. Kemudian saya tertawa.

Hei, bukankah salah satu tujuan memperjuangkan kelahiran Phosphorus adalah agar banyak orang yang membacanya? Agar dia tidak berkutat dalam bentuk embrio dalam cairan amniotik? Ceilehh, bahasa sayah. Bukankah, saya memang harus mendengarkan suara-suara dan penilaian orang lain tentangnya? Entah itu pujian, makian, celaan, kritikan, ataupun saran? Bukankah semuanya bermanfaat untuk kelahiran 'bayi-bayi' selanjutnya?

iYa. Maka saya sedang berusaha mendengarkan semua itu. Dan kini sedang meminta suara-suara tersebut. Berikanlah tanggapan, kritik ataupun saran. Karena seringkali, justru orang lainlah yang mampu menilai kita.

Maka berikanlah saran, berikanlah tanggapan, berikanlah kritikan.
Agar hidup menjadi lebih baik!

*Eh. Labil.

Surakarta, 19 Juli 2012

Komentar

  1. komeng pertamax dapet gretong :D

    BalasHapus
  2. baca novelnya dulu, baru dapet gretongan :-D

    *lhoh

    BalasHapus
  3. gimana mau ngasih saran atau masukan, bukunya aja, mana? :D

    btw, selamat yah, mbak.. kuereen deh. jempolijo, eh, cendolijo :D

    BalasHapus
  4. hehehe, makasih Dek
    Kalo nemu bukunya dibaca ya, dikomen-komen, soalnya buku jatah penulis udah habis :-)

    BalasHapus
  5. barakallah... byk penulis keren di jagad MP ini ternyata ^_^

    BalasHapus
  6. mbak retno jualan ajah disini.. buka lapak. aku tar pesen :D

    BalasHapus
  7. @ Mb Sukma, Mb Vita & Mb Anty : terimakasiiiiihhh ^_^

    @ Dek Ute : hihihi, cuba pesen di sini http://divapress-online.com/product/view/1534/phosphorus.html

    :-p

    BalasHapus
  8. saya sudah baca mbak,
    mnurt saya bagus, tapiii..
    tapi knpa ending ny g adaaaa..
    apa ada novel lanjutan ny ?

    BalasHapus
  9. Mbakkk.
    Novel mbak itu salah satu novel terkeren yang aku baca. Yeah, walau ada kekurangannya juga.

    Dari awal baca karya mbak ini udah nyuguhin kemisteriusan yang bener2 bikin pembaca penasaran tingkat dewa. Dan setiap menyibak lembar per lembarnya akan ada sedikit rahasia uang terungkap. Ini nih yang saya suka. Ga melulu tentang romancenya, tapi agamanya pun ada. Moralnya? Jangan tanya! Penyesalan? Ughh aku rasa itu malah topik yang mbak angkat ya? Sayang banget di beberapa hal.terakhir ada yang cetakan hal.nya double, trus ada juga yang hilang. Jadi agak mengurangi feel novel ini. Ditambah ending yang beneran gantung. Atau malah ini bukan endingnya? Ayolah mbak, mbak buat kelanjutannya lagi dongg. Aku mau jadi fangirlnya Nevu ahh! Faya Nevu hiduppp!! Wkwkkw. Hehehhe

    Btw salam kenal ya kak! Kakak panggil aja Saliza oke? Maaf kalo banyak omong. Hehehe

    BalasHapus
  10. Mbakkk.
    Novel mbak itu salah satu novel terkeren yang aku baca. Yeah, walau ada kekurangannya juga.

    Dari awal baca karya mbak ini udah nyuguhin kemisteriusan yang bener2 bikin pembaca penasaran tingkat dewa. Dan setiap menyibak lembar per lembarnya akan ada sedikit rahasia uang terungkap. Ini nih yang saya suka. Ga melulu tentang romancenya, tapi agamanya pun ada. Moralnya? Jangan tanya! Penyesalan? Ughh aku rasa itu malah topik yang mbak angkat ya? Sayang banget di beberapa hal.terakhir ada yang cetakan hal.nya double, trus ada juga yang hilang. Jadi agak mengurangi feel novel ini. Ditambah ending yang beneran gantung. Atau malah ini bukan endingnya? Ayolah mbak, mbak buat kelanjutannya lagi dongg. Aku mau jadi fangirlnya Nevu ahh! Faya Nevu hiduppp!! Wkwkkw. Hehehhe

    Btw salam kenal ya kak! Kakak panggil aja Saliza oke? Maaf kalo banyak omong. Hehehe

    BalasHapus
  11. Mbak, itu endingnya gimana??? Masih ada kelanjutannya? Saya kira bukunya tersobek. Karena berhentinya cerita agak dipaksa.

    BalasHapus
  12. mba endingnya ngegantung dehh...ada lanjutan novelnya ngga mba???penasaran ni....!!!!

    BalasHapus
  13. Mba endingnya gantung itu menurut saya sama temen" saya
    Kalo bisa ada lanjutan novelnya ngga mba ?

    BalasHapus
  14. Mbak penulis, akun Tweeter nya apa?

    Saya mau tanya..

    Endingnya kok masih nebak-nebak apa yang terjadi antara faya nevu sama nityasan.. 😭😭
    Kalo mau ngarang ending sendiri, entar persepsi tiap pembaca beda-beda gimana? Ga ada extra ending gitu kah mbak?? 😭😭

    BalasHapus
  15. Maaf mba'...tapi Novel nya seperti belum selesai. saya kira buku nya robek. ternyata memang sampai situ aja ceritanya. sangat menggantung.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer