Perjalanan Empat Puluh Satu Hari Melupakan


Saat kesedihan tanpa alasan begitu sering mengingatkan diri akan banyak hal yang harusnya telah dikerjakan dan mungkin bertunas menjadi banyak hal yang mengkhawatirkan. Sudah saatnya berhenti sekedar bermimpi, tetapi bangunlah dan bergeraklah bersama sesuatu, untuk sesuatu itu sendiri, untuk banyak hal dan bersama banyak hal.
Alasan-alasan itu sudah ada dan sudah saatnya berhenti berharap. Tiba saatnya untuk mewujudkan harapan itu, meskipun itu artinya mungkin dengan cara berhadapan dengannya selama minimal lima jam dalam sehari, memaksa diri untuk terbiasa dengan rutinitas baru dan segenap ketidaknyamanan yang makin membabi buta. Lebih sedikit tidur, demam yang lebih sering, ancaman makan roti tanpa rasa selama seminggu, berat badan yang menyusut atau bahkan malah bertambah (tergantung kondisi kejiwaan jika sedang stress), atau bahkan ancaman mata minus yang hanya akan membuat diri sendiri tertawa saat membayangkan harus berkacamata.
Tetapi, memang ada yang harus dibangun dengan tangan ini. Sebuah mimpi yang harus diwujudkan karena sekarang tidak ada alasan untuk berhenti mewujudkannya. Semua nyaris sudah ada. Tinggal kemauan dan hasrat nyata yang harus dilecut dan dipaksa untuk bangkit. Sampai lecet berdarah-darah bila perlu.
Phosphoros sudah menjadi embrio. Sudah berpindah dari satu rahim ke rahim yang lainnya. Rahim-rahim yang tidak akan terlupakan karena dari situlah segalanya berawal. Mereka-mereka yang telah bersedia menampung segenap perasaan maya dengan ketulusan yang menjadi nutrisi bagi phosphoros untuk berkembang dengan sehat, sesuai dengan tujuan tertinggi ia harus dilahirkan. Harus. Bukan semata untuk kebanggaan diri, tetapi keinginan untuk mewujudkan secara nyata sesuatu itu. Sebuah inspirasi dari keprihatinan, sebuah inspirasi yang muncul dari sesuatu yang begitu sederhana dan menarik. Tentang masa lalu yang mnjadi bayang-bayang tokohnya, seolah masa lalu itu menjadi satu hal yang mutlak bagi setiap manusia, atau mungkin sebuah anggapan bahwa masa lalu itu layaknya stiker yang membuat kulit terluka bila harus dicabut secara paksa.
Dan empat puluh satu hari menjadi pilihan waktu untuk menjadikannya sekaligus melupakan banyak hal mulai dari luka, perasaan sedih, ketidakmampuan bertanggungjawab, tekanan dan segenap hal yang seharusnya belum saatnya dipikirkan.
Tercatat 21 november, pukul 16.45.
Selepas dihajar lagu-lagu melankolis tentang cinta. Lain kali, aku dengarkan haruka kanata sampai jingkrak-jingkrak dan berguling-guling (^_^)      

Komentar

  1. pakai kacamata bikin keren lho...cuman kalo makan bakso sering jadi burem kena uapnya....

    BalasHapus
  2. iya setuju pake kc mt bikin keren, tp kok aku nggak jd burem ya pas mkn bks.

    BalasHapus
  3. perkumpulan orang berkacamata......

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer