Kamu :-)

Segalanya masih terlihat sama seperti hari-hari sebelumnya ketika seseorang bertanya apakah saya akan bahagia dengan jalan yang saya pilih pada waktu itu. Saat itu, saya seperti memandang sebuah jalanan yang terbentang sepanjang berkilo-kilo meter yang melampaui jangkauan pandangan mata saya. Apakah saya akan bahagia?

Saya tidak tahu. Jalanan yang akan saya tempuh bisa saja lurus, berkelok, berbatu, berduri, penuh bunga atau apapun itu. Saya cuma tahu bahwa saya tidak sendirian saja berjalan untuk menapaki jalanan tersebut.

Ya, akan ada seseorang yang berjalan bersama saya. Seseorang yang pada waktu itu sekatnya masih begitu kuat terpancang di sekelilingnya. Bertahun-tahun hanya saling tahu tanpa pernah benar-benar tahu hingga kemudian memutuskan untuk meyakini bahwa saya tertarik padanya. Apa yang membuat tertarik? Terlalu naif untuk dikatakan bahwa hanya karena beberapa persamaan di antara kami. Interaksi yang panjang? Bertahun-tahun kami menjadi teman dan berapa lama waktu yang diputuskan untuk saling mengatakan ya?

Anggap saja, itu cara kerja semesta. Dan saya tak bisa katakan apakah saya akan bahagia dengannya.

Waktu pun berlalu. 

Saya kembali ingat dengan pertanyaan apakah saya akan bahagia dengan pilihan saya tersebut. Saya kembali mengingat-ingat waktu-waktu yang telah berlalu. Saya lihat, betapa saya pada akhirnya tetap saja meyakini bahwa saya tetap jatuh cinta kepadanya. Bahkan saya nyaris tidak percaya kalau sekarang saya sejatuh hati ini kepadanya. Bahwa kami mulai saling mengelupaskan lapisan kepribadian masing-masing, dan pada lapisan kepribadian yang entah keberapa ketika saya mulai temukan tidak hanya kebahagiaan, tetapi juga hal-hal yang membuat air mata menetes, saya tetap saja jatuh cinta kepadanya.

Apakah saya menerima seseorang itu apa adanya? Saya masih mempertanyakan itu, karena tentu saja sepanjang perjalanan yang telah kami lalui saya rasakan hal-hal lain selain bahagia. Kami pernah saling diam, saling cemberut, berdebat, menangis, tidak saling menyapa, hingga kemudian waktu yang menggerakkan hati untuk kembali mendekat, menyapa, meminta maaf, juga merindu.

Saya tidak katakan pula bahwa cinta kami berdua adalah cinta sejati. Terlalu cepat mengatakan hal tersebut di waktu kebersamaan yang belum bertahun-tahun. Karena sesungguhnya, mungkin hakikat cinta sejati itu adalah cinta yang kembali lagi sejauh apapun pergi. Komitmen, genggaman tangan yang menguatkan ketika bersama-sama menapaki jalan yang berbatu, sesungguhnya hanya bisa dibuktikan oleh waktu dan perjalanan itu sendiri.

Sembilan belas tahun yang lalu, saya masih mendapatinya sebagai anak laki-laki yang berada di kelas sebelah. Tahun-tahun selanjutnya, saya pun masih mendapatinya sebagai salah satu dari anak lelaki yang duduk di bangku di kelas yang sama. Dan sekarang, saya mendapatinya mengisahkan banyak hal dalam genggaman tangannya di perjalanan kami. Setelah bertahun-tahun berlalu, saya bisa berjalan bersamanya. Saya menunggu dua puluh tiga tahun untuk bisa menikahinya dan keinginan saya, tentu saja menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya daripada waktu yang telah saya habiskan untuk menunggu agar bisa menikah dengannya.

Bahwa sesungguhnya, kita tidak pernah pula tahu pasti apa yang akan dilalui di depan sana. Yang kita punya hanyalah indera-indera untuk selalu mempelajari banyak hal di jalan yang telah dilalui, doa-doa yang selalu dipanjatkan serta tentu saja genggaman tangan yang akan selalu berusaha erat ketika tengah merenggang. Saya alami banyak rasa bersamanya, bahagia-sedih-gembira-kecewa dan lain sebagainya, tetapi selama ini selalu saja saya jatuh cinta kepadanya.

Karena dia tidak pernah pula menjanjikan kehidupan yang selalu bahagia. Justru yang dia janjikan adalah perjanjian kepada Tuhan Pencipta Semesta :-).



Didedikasikan untuk kamu. Iya, kamu :-).

Komentar

Postingan Populer