Orang Kejam

Suatu waktu di antara hembusan angin malam di sepanjang jalan yang mulai menggelap.

"Aku pernah mengalami saat-saat dimana harus berhadapan dengan seseorang yang aku pikir tidak punya perasaan sama sekali. Dia mempermalukan aku, menyuruh-nyuruhku, memperlakukanku seolah-olah aku bukan manusia yang punya perasaan, kekurangan empati dan aku pernah merasakan berada di titik dimana aku sangat membencinya atas apa yang dia lakukan kepadaku."

Dia menghela nafas, seperti berat menceritakannya.

"Hingga kemudian, justru dari situlah aku belajar untuk kuat. Dia menjadikan aku seperti perempuan yang tangguh, jauh lebih kuat menghadapi kehidupan ini. JUga memberikan kesadaran bahwa kita tidak selalu mendapatkan apa yang kita inginkan dari orang lain."

"Pernah dengar tentang cinta yang membebaskan?"

Alisnya terangkat.

"Kadangkala kita terlalu sibuk menginginkan seseorang untuk berlaku sesuai dengan keinginan kita. Kita menguras energi untuk mati-matian mempertahankan sesuatu, mungkin itu idealisme kita untuk mengubah seseorang menjadi lebih baik sesuai dengan versi kita. Kita menguras energi dan perasaan kita hanya untuk membuatnya memperlakukan kita sesuai dengan standar kita. Padahal ketahuilah, bahwa kadang-kadang sesuatu yang kita pertahankan mati-matian itu justru kembali ketika kita melepaskannya. Dalam artian melepaskan keterikatan kita pada perasaan keharusan, seringkali justru ketika kita sudah tidak meributkan tentang bagaimana seseorang harus bersikap pada kita, justru di situlah... disitulah akan ada keajaiban."

Kedua alisnya terangkat.

"Kita melepaskan diri kita untuk menuntut, dan fokus pada apa yang seharusnya kita lakukan sesuai dengan apa yang kita ingin dapatkan dari orang lain. Kadangkala begitulah kita seharusnya berlaku kepada orang kejam."

Bukankah cara mencela yang paling mulia adalah memberikan keteladanan?

Komentar

Postingan Populer