Maki-Maki

Saya ingin memaki pagi ini. Tidak peduli siapa yang tengah saya hadapi. Sungguh, saya ingin memaki. Sedang marahkah saya? Sedikit. Sedang kesalkah saya? Sedikit. Sedang tidaksukakah saya terhadap sesuatu? Iya, sangat.

Tapi pada akhirnya, saya tidak jadi memaki. Memilih diam seperti biasa dan menyabarkan hati. Bukannya sok suci, tapi saya pun sering menemui hari dimana segalanya begitu tampak manusiawi. Ingin memaki karena kondektur nakal menarik bayaran lebih dari biasanya, ingin memaki karena rok terciprat genangan air coklat yang disemburkan mobil mewah yang lewat di depan mata, sampai keinginan untuk memaki ketika ada kondektur yang sok baik hati hendak memegang tangan untuk membantu. Saya lebih suka menolak dengan gerakan, termasuk menggusah tangan tersebut. Don't touch me. Oke?

Nah, saya tidak jadi memaki. Karena pada dasarnya, saya tidak suka memaki secara lahir. Memaki dalam batin sih sering ya :-p. Tapi mengeluarkan makian lewat kata-kata seringkali seperti menabrak prinsip.

Tahu maksud saya? Dari dulu saya tidak pernah suka dengan makian ataupun kata-kata kasar. Itu yang sebisa mungkin saya pegang sebagai salah satu prinsip. Itu yang sebisa mungkin ingin saya ajarkan kepada anak-anak kelak. Sungguh, bersikap tegas pun tidak identik dengan makian, tidak selalu dengan kata-kata kasar atau teriakan. Beda ya, tegas dengan kasar. Begitu. 

Komentar

Postingan Populer