Impian Emak-Emak :-D


Beberapa waktu yang lalu saat saya mengunjungi suami di Bontang, saya kaget ketika mendapati halaman rumah kontrakan kami tiba-tiba dirimbuni dua pohon talok setinggi dua meteran. Ranting daunnya kelayapan kemana-mana, rimbun hampir menutupi pagar. Padahal sekitar lima bulan sebelumnya saat saya pertama kali ke Bontang, halaman rumah tersebut steril dari pepohonan yang menjulang tinggi. Cuma rerumputan saja. Gersang. Darimanakah pohon talok tersebut? Nggak mungkin kan suami saya iseng nanam pohon talok di halaman depan.

Kemudian ketika saya sedang melihat foto-foto hasil ceprat cepret iseng saya sebelum pulang ke Jawa, eh saya menemukan foto ini.

Ternyata pohon talok tersebut sudah eksis di sana dari dulu. Cuma saya nggak ngeh karena pohonnya masih imut. Juga karena saya nggak pernah nyapu halaman karena nggak ada yang bisa disapu. Dulu pernah sekilas terlontar keinginan untuk mencabuti rerumputan yang ada di halaman depan, eh kata Abang biarkan saja, buat hijau-hijauan sedikit di halaman. Hihi.

Saat itu, juga ketika menyadari halaman rumah kami agak gersang, kami mulai berkeinginan menanam sesuatu. Cuma ya itu, tanah asli di sana kurang cocok buat ditanami. Jadi harus beli media tanam sendiri. Waktu itu belum terpikir mau menanam apa, pengen beli tanaman yang ada di pot karena kami masih ngontrak, biar bisa dibawa-bawa kalo mau pindahan, hihi. Tapi pas nyari-nyari, belum ada yang sreg di hati, jadilah kami ke toko pertanian beli media tanam seplastik, sepaket sekop dan polibag. eh karung tanahnya pake jatuh di jalan pula, untung nggak pecah dan berhamburan di jalan raya. 

Habis itu, saya masih belum bergerak nanam apa-apa. Kadang pengen nanam sejenis tomat, cabe, tapi lupa-lupa melulu pas mau menyemai bijinya. Lagipula, karena saya masih nomaden dan belum menetap di Bontang, saya jadi mikir siapa nanti yang mau urus kalau saya pulang ke Jawa? Kan kasian kalo udah numbuh tapi dibiarkan terlantar.

Eh beberapa hari kemudian kami malah beli bunga aster dalam pot. Gara-gara tergoda ngeliat warnanya yang cantik. Mana habis beli bunga, nggak langsung pulang ke rumah, malah jalan-jalan ke taman Cibodas sambil nenteng-nenteng pot. apa coba -____-"


Padahal, saya tidak terlalu bertangan dingin dalam urusan tanam menanam. Dulu juga pernah nanam aster, tapi akarnya busuk dan layu. Beda sekali dengan Ibu dan Ibu mertua yang bertangan dingin. Nanam apa-apa banyak numbuhnya. Berhasil juga nanam pohon mawar hingga bunganya banyak dan menjalar-jalar, padahal mawar dari dulu agak susah numbuh di tanah kami. Ibu juga suka ngumpul-ngumpulin biji-biji dari buah-buahan yang dimakan dan berhasil menyemaikan durian, apel, kurma, pir, mangga, aneka jeruk, manggis, tapi begitu pohonnya gedean dikit, bingung mau ditanam dimana karena kebon udah penuh sama singkong. Halaman depan pernah ditanami kangkung gemuk-gemuk, tomat, daun bawang, cabe rawit cabe merah, pare, gambas, kacang ijo, kacang panjang, pepaya, kemangi, daun bawang, dan sawi. Jadi saya pernah mengalami saat-saat membahagiakan dimana rasanya makmur sekali mau masak sayur apa tinggal metik di halaman. mau bikin mie pas sore-sore juga tinggal metik sayuran di halaman depan.

Berawal dari situlah, ketika rumah kami di Bontang sudah hampir selesai dibangun, saya mulai mikir mau nanam-nanam apa. Hihihi. Mulai mikirin halaman depan dan halaman belakang yang tidak begitu luas itu mau ditanami apa. Apalagi Bontang merupakan dataran rendah, udara cukup panas, dekat dengan laut pula dan selama saya tinggal di sana, pohon mangrove melimpah di sepanjang bibir laut (sirup mangrove ternyata enak). Komoditas seperti kelapa dan pisang harganya tidak beda jauh dengan di Jawa. Sayuran dan buah-buahan? Haha, ini nih yang kadang bikin keki.

Karena itu, saya mulai pengen nanam apa-apa sendiri. Pengen nanam mangga, jambu merah (saya belum pernah menemukan jambu merah selama di sana), sirsak, jeruk nipis (karena berguna banget buat masak dan bersih-bersih), tomat, cabe, pohon salam, serai, terong, bayam, sawi dll. Pokoknya tanaman yang bisa dipake buat sehari-hari. kemarin juga sempat browsing-browsing tentang tanaman lain yang bisa tumbuh di daerah panas. Eh kok lavender, pepermint, rosemary katanya bisa tumbuh di daerah panas. Juga beberapa jenis berry-berryan. Brokoli juga katanya bisa tumbuh di daerah panas (kemarin, saya membawa sekilo brokoli pas ke Bontang, masuk ke koper dan bagasi pesawat, di sana saya juga belum menemukan brokoli). Bunga matahari dan morning glory juga tumbuh baik di daerah panas. Kebetulan saya menemukan penjual bibit-bibit online. Biji-bijian juga bisa dikirim ke luar pulau. Jadi mulai ngiler pengen ngelist apa saja yang bisa ditanam di sana. Juga berencana untuk memanfaatkan lahan dengan sebaik mungkin. Pengen pagarnya dari tanaman saja, tanaman yang bermanfaat juga, biar bisa dipetik-petik.

Tapi kalau ingat dengan si aster putih, saya nyengir sendiri, menyadari kebelummampuan saya dalam bercocoktanam. Soalnya nasib aster putih saya itu akhirnya RIP. He. Beberapa hari di rumah, si aster sudah mulai tampak lemah dan berkurang kecantikannya, padahal udah disiram sesuai petunjuk penjual, ditempatkan di tempat teduh. Ketika itu saya berpikir, kayaknya apa perlu dipindahin ya ke polibag biar nggak ngegerombol gitu, karena asternya mulai tampak kurus dan sesak napas desak-desakan di pot.Saya kutak katik buat dipindahin ke beberapa polibag. Masih lumayan hidup meskipun tampak terseok-seok.

Hingga saya membaca biografi Ustadzah (alm) Yoyoh Yusroh. Apa hubungannya coba sama tanaman? Ada kok, ada bagian ditulis dimana Ibu Yoyoh Yusroh menyapa dan mengajak bicara melati di rumah beliau yang sudah lama tidak mau berbunga. Eh setelah sering disapa dan diajak bicara, melati itu berbunga-bunga. Ah, bener kali ya, tanaman memang perlu disayang-sayang juga. Berawal dari situlah, saya mulai sering ngajak ngomong si aster. he.

Jadi pas nyiram, saya mulai ngajak ngomong si kembang. Saya sapa, saya ajak omong yang gembira-gembira disertai permintaan untuk mau tumbuh dengan cantik. Beberapa kali saya ajak ngobrol (tapi belum pernah saya ajak curhat). Kayaknya suami saya belum tahu kalau saya pernah ngomong sama kembang di waktu pagi dan sore. Beberapa saat kemudian, ada tunas baru pada aster yang saya pindahkan di polibag. Horee. Saya girang.

Eh beberapa hari kemudian saya harus pulang ke Jawa. Saya sempat pamitan nggak ya sama si aster? Lupa deh. Tapi beberapa lama setelah saya di Jawa, saya tanya ke Abang gimana si aster? Tentu saja jawabannya, layu dan mati

*kan nggak mungkin ya saya minta ke Abang buat ngajak ngomong si aster tiap hari. Kesannya malah, 'gawat nih mas-mas, isterinya lagi nggak ada di sisinya, eh ngobrolnya sama kembang'

Tapi, yakin deh, tanaman kan termasuk makhluk hidup juga. Pasti juga tetap punya rasa. Ternyata, di dunia ini memang banyak hal yang harus kita perlakukan dengan baik.

Komentar

  1. iyaaa... bener bgt itu.. meski blm pernah mempraktekannya tapi udah sering denger pengalaman org2 yg berbicara dgn tanamannya dan tanamannya akhirnya tumbuh dan berkembang dgn baik.. ah.. cita2nya sama kaya saya.. ^ ^

    nih sy ksh blog temen yg pernah praktek nanem dari biji2 yg dibeli online http://neeluvgardening.blogspot.com/

    BalasHapus
  2. Ahhh Mbak Fitaa, saya udah ngebayangin punya halaman dengan aneka tanaman yang bisa dimanfaatkan gitu, rasanya kayaknya beda antara beli dengan metik hasil kebun sendiri, hihihi


    sipp, tengkyu, segera meluncur ke sana :-D

    BalasHapus
  3. nah itu..pngalaman mb pnh masak dr hsil kebun sendiri bkin mupeengg..asik bgt yaa mw masak smw bhannya tinggal metik dkbun sndiri... >_

    BalasHapus
  4. Hihihi, rasanya makmur banget mbak :-D

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer