Bapak dan Abi

Malam-malam menjelang isya, ceritanya saya kelayapan ke dusun sebelah. Menuju sebuah rumah dengan menggoes sepeda. Kring-kring-kring, sepedaku roda dua ...

Sampailah saya di depan rumah tersebut. Aselinya saya nggak yakin inilah rumah yang saya tuju. Tetapi yakin sajalah, toh kalo misalnya bukan, paling saya cuma cengar-cengir dalam kegelapan.

Tok-tok-tok. Saya mengetuk seraya mengucapkan salam. Sepertinya ada orang di rumah karena saya mendengar suara televisi. Tapi tiada suara gesekan kaki berjalan untuk membuka pintu. Saya tunggu beberapa saat, tetap tak ada suara kaki berjalan.

Saya ketok sekali lagi. Tetap tak ada gerakan dari dalam rumah. Haduh, gawat, sesuai adab bertamu, jatah ketok-ketok pintu saya cuma tinggal sekali. Saya ketok lebih keras lagi dengan segenap kekuatan yang ada. Dok dok dok dok!

akhirnya terdengar suara kaki-kaki berlarian. Alhamdulillah. Tirai jendela terkuak dan hyeee? muncul dua buah wajah menatap saya dari bawah karena tinggi mereka lebih pendek dari saya (?). Dua orang bocah, laki-laki dan perempuan, menempelkan wajah secara berebutan ke kaca jendela. Usia mereka ya kira-kira usia anak kecil lah, mungkin balita, tapi bisa juga di atas balita.

Saya nyengir. Mereka menatap saya.

"Dek, Bapak ada?" tanya saya.

Mereka diam, masih menatap saya. Saya jadi bingung saya salah apa . Halah.

"Dek, Bapak ada?" ulang saya karena memang saya nyariin bapak-bapak di rumah itu.

Mereka tetap diam menatap saya. Haduh, saya udah mulai berpikir kalo saya salah rumah. Kabur aja dah, mumpung cuma ketauan anak kecil. Tapiii...

"Dek, ini rumahnya Pak Kardi bukan?" tanya saya lagi.

Serentak mereka menjawab seperti paduan suara. "Ohhh, nyariin Abi to..."

Hye ?

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer