Gagal Paham
Dulu, bertahun-tahun yang lalu, saya belum paham. Sangat-sangat belum paham. Hingga pagi ini, hingga saya memikirkannya sepanjang jalan, hingga saya menjejakkan kaki menuju suatu tempat, hingga saya mencium aroma pesing dari jalan yg saya lewati, hingga saya masuk ke perpustakaan-mengobrakabrik teori agresi, hingga saya membeli minuman, hingga saya naik bis yang sesak, berhenti membeli aneka benda, hingga saya terpaku di sederetan buku-buku, membaca teori-teori regresi atau korelasi parsial bahkan hingga saya pulang dan menemukan ratusan pejalan kaki meneriakkan kalimat takbir hingga bulu kuduk merinding, saya tetap belum paham.
Maka, saya anggap, saya gagal paham untuk saat ini meskipun sepanjang hari saya memikirkannya.
Well, saya tidak paham dengan para orangtua yang merasa malu jika anaknya punya masalah akademis. Sedari dulu saya tidak paham kenapa mereka harus merasa malu ketika anaknya mendapat nilai jelek ketika ulangan, tidak jadi juara satu, nilainya merosot atau mengalami kesulitan dalam hal akademis. Apapun bentuknya, catat! Dalam hal akademis.
Padahal jelas-jelas anak mereka tidak mencuri, tidak hamil di luar nikah, tidak berzina, tidak jadi teroris, tidak memukul temannya, tidak membentak tetangganya, tapi mereka malu ketika anaknya punya masalah akademis, malu ketika ditanya orang lain, malu ketika orang lain membandingkan dengan anak yang lain.
Entah saya yang terlalu bodoh untuk bisa memahami, ataukah saya harus menjadi orangtua dulu untuk bisa paham?
Komentar
Posting Komentar