Kopi Encer

Sudah lama sekali tidak minum kopi. Dulu semasa SMA dan awal-awal kuliah, kopi selalu jadi teman manjur untuk begadang, apalagi menjelang ujian . Sekarang sejak saya pengen sok sehat, saya mulai berhenti minum kopi. Juga mengurangi minum teh, es teh, teh hangat, lemon tea dan teh-tehan. Ini pula yang membuat saya jarang (dan tidak membiasakan) untuk membuatkan teh atau kopi buat suami baik itu pagi-pagi atau sore-sore sepulang kerja. Mending dibikinin jus atau air madu. Kalau ada request baru saya buatkan.

Eh beberapa waktu yang lalu, setelah saya lama sekali tidak minum kopi, saya coba minum kopi. Eit dah, efeknya bikin deg-degan yang amat sangat, ngelebihin deg-degan pas akad nikah. Di lain hari, saya iseng lagi minum kopi, kopi instan juga tapi beda merek, eh kok saya nggak se-hectic kayak yang kemarin. Biasa saja.

Dan sekarang saya butuh kopi. Biar nggak merem melulu dan bisa konsen :-). Tapi saya nggak ingin menjadikannya candu. Eh sehari kemarin saya ngubek toko, nyari kopi bubuk dalam kemasan yang lebih besar dari kemasan sachet, biar saya bisa nakar-nakar sendiri dosis bubuk kopinya. Padahal yang saya incar kopi instan yang udah ada tambahan gula dan krimernya juga. Tapi nggak ada kemasan yang sedang, adanya yang jumbo dan saya nggak mau iseng dengan kemasan besar yang b-i-s-a b-e-r-a-k-h-i-r j-a-d-i s-c-r-u-b k-a-k-i kalau nggak abis-abis dan sayang dibuang.

Jadilah saya membeli yang kemasan sachet. Serenteng. Dan dalam pikiran saya, saya akan membagi satu sachet kopi seberat 20 gram itu menjadi dua kali pakai dengan dosis air melebihi 180 cc untuk sekali pakai. Kopi encer. Jangan terlalu pedulikan rasa. Dih, pikiran macam mana pula ini. Kayak minum obat aja. Padahal juga saya nggak tau kalau kopi seencer itu efektif atau enggak buat bikin melek. 

*Masih belum nyoba. Kopinya masih utuh :-)