Undangan
Setelah mengikuti kelas Mata Pena di Pesma Arroyan, kabur bareng Mbak Bel, makan pedas-pedas sampai berurai air mata, terkikik-kikik di depan kasir, ngobrol habisnggakhabis di kamar kos, dikejar anjing di jalan, ngedit plus ngeprint di kosan temen, akhirnya saya pulang kampung juga. Jam lima sore teng.
Sempat ketir-ketir juga mengingat sudah sangat sore dan saya bakalan kemaleman tiba di Prambanan. Nunggu bis Surabaya-Jogja yang agak lama tak nampak-nampak. Begitu bis tersebut tampak, langsung cap cus naik dan -haduh- penuh lagi. Sudah dua kali mudik ini saya selalu naik bis yang penuh-penuh hingga kegencet-gencet macam pindang ikan. Pekan kemarin, bis penuh karena daerah Sragen mengalami kemacetan hingga terjadi penumpukan penumpang. Pekan ini saya tidak tahu apa yang terjadi hingga bis ini penuh, berdiri di dekat pintu keluar, kaki keinjek-injek dan saya tidak bisa memprediksi saya akan terus berdiri tanpa duduk hingga daerah mana.
Punggung saya mulai cenut-cenut. Ransel lumayan berat, entah apa isinya. Daripada saya makin cenut-cenut melihat banyak orang yang berjubel, saya ngelamun. Mikirin hal yang lain. Mikirin peringatan teman yang menyebutkan untuk stop dulu makan daging sapi gara-gara antraks dan sapi timbal yang lagi ngetren di Solo. Sayonara rendang, sayonara sosis, sayonara bakso.
Sampai di Tugu Kartasura, belum juga duduk meskipun posisi saya sudah bergeser ke tengah dan tetep aja kegencet-gencet kondektur yang narik bayaran maupun orang yang wara wiri mau duduk. Di luar semakin gelap. Sempat terjadi keributan kecil antara penumpang, penjaga pintu dengan oknum karena bis tersebut nekad menaikkan beberapa penumpang di Tugu Kartasura. Padahal sudah jelas daerah merupakan daerah jatah bis Jogja-Solo. Bis Surabaya-Jogja dilarang menaikkan penumpang setelah melewati terminal Tirtonadi.
Singkat cerita, sampailah saya di Prambanan. Hore. Gelap. Lelah. Takut. Lapar. Sampai di rumah dengan selamat. Baru saja meletakkan tas, mata saya tertuju pada selembar undangan yang tergeletak di meja dan ditujukan pada saya.
Hwaaahhh. Undangan dari sahabat dekat saya. Sahabat saya saat SMA. Sahabat yang selalu satu sekolah dengan saya sejak TK hingga SMA. Undangan tersebut diantar langsung oleh kedua calon mempelai.
Langsung melirik ke kalender ketika melihat tanggalnya. 23 juni. Nyengir. Kenapa banyak yang akan menikah pada bulan Juni ini? 26 Juni. Nyengir lagi ketika memikirkan siapa yang akan menikah pada tanggal tersebut. 29 Juni. Nyengir lagi.
Hmm...siapa segera menyusul ?
Sempat ketir-ketir juga mengingat sudah sangat sore dan saya bakalan kemaleman tiba di Prambanan. Nunggu bis Surabaya-Jogja yang agak lama tak nampak-nampak. Begitu bis tersebut tampak, langsung cap cus naik dan -haduh- penuh lagi. Sudah dua kali mudik ini saya selalu naik bis yang penuh-penuh hingga kegencet-gencet macam pindang ikan. Pekan kemarin, bis penuh karena daerah Sragen mengalami kemacetan hingga terjadi penumpukan penumpang. Pekan ini saya tidak tahu apa yang terjadi hingga bis ini penuh, berdiri di dekat pintu keluar, kaki keinjek-injek dan saya tidak bisa memprediksi saya akan terus berdiri tanpa duduk hingga daerah mana.
Punggung saya mulai cenut-cenut. Ransel lumayan berat, entah apa isinya. Daripada saya makin cenut-cenut melihat banyak orang yang berjubel, saya ngelamun. Mikirin hal yang lain. Mikirin peringatan teman yang menyebutkan untuk stop dulu makan daging sapi gara-gara antraks dan sapi timbal yang lagi ngetren di Solo. Sayonara rendang, sayonara sosis, sayonara bakso.
Sampai di Tugu Kartasura, belum juga duduk meskipun posisi saya sudah bergeser ke tengah dan tetep aja kegencet-gencet kondektur yang narik bayaran maupun orang yang wara wiri mau duduk. Di luar semakin gelap. Sempat terjadi keributan kecil antara penumpang, penjaga pintu dengan oknum karena bis tersebut nekad menaikkan beberapa penumpang di Tugu Kartasura. Padahal sudah jelas daerah merupakan daerah jatah bis Jogja-Solo. Bis Surabaya-Jogja dilarang menaikkan penumpang setelah melewati terminal Tirtonadi.
Singkat cerita, sampailah saya di Prambanan. Hore. Gelap. Lelah. Takut. Lapar. Sampai di rumah dengan selamat. Baru saja meletakkan tas, mata saya tertuju pada selembar undangan yang tergeletak di meja dan ditujukan pada saya.
Hwaaahhh. Undangan dari sahabat dekat saya. Sahabat saya saat SMA. Sahabat yang selalu satu sekolah dengan saya sejak TK hingga SMA. Undangan tersebut diantar langsung oleh kedua calon mempelai.
Langsung melirik ke kalender ketika melihat tanggalnya. 23 juni. Nyengir. Kenapa banyak yang akan menikah pada bulan Juni ini? 26 Juni. Nyengir lagi ketika memikirkan siapa yang akan menikah pada tanggal tersebut. 29 Juni. Nyengir lagi.
Hmm...siapa segera menyusul ?
tak pikir undangane sampeyan, mbak
BalasHapuslha iya, takpikir juga undangan saya Dek...
BalasHapus:-P