Keretak keretak

Sore belum sepenuhnya terjelang. Ketak ketik di atas kibor, serasa dunia dalam genggaman --> bukan ngiklan. Ngobrol sana sini. Lalu melihat daftar siapa saja yang tengah onlen, dan eeeehhh...ada sebuah nama yang tidak biasa onlen.

ketakketik menyapa dengan gaya ceria nan lebay. Pesan terkirim. Tung tung tung. Balesan dikirim balik.

heh, no, masih inget aku ta?

Waktu terasa berhenti sepersekian detik. Halah. Mak jleb. Jleb. Jleb. Jleb. Jleb. Seperti ada tusukan pisau maya yang nancep di hati kemudian sakitnya merambat naik hingga ke pipi, lalu menuju kelenjar air mata yang seperti digencet-gencet. Mata memanas. Tapi tidak sampai banjir karena ditahan-tahan.

Masih dengan air mata yang ditahan-tahan, saya membalas. Sepersekian waktu saya tunggu, tiada jawaban selama kira-kira lebih dari dua jam kami sama-sama onlen. Ahh, mungkin koneksi internet sedang dudul seperti biasa hingga memacetkan komunikasi (nyalahin provider

Masih dengan air mata yang masih ditahan-tahan. Sampai saat ini masih pengen nangis. Entah kenapa pengen nangis. Saya kangen beliau. Saya sadari bahwa selama ini saya membiarkan benang jarak itu mengulur semakin jauh. Jauh. Jauh. Dan jauh.

Sudah lama sekali tidak bertemu beliau. Sudah lama sekali tidak berkirim pesan kepadanya sekedar untuk menanyakan kabar. Bahkan saya sadari sekarang saya tidak tahu menahu mengenai aktivitas beliau. Apakah beliau sudah bekerja, atau mungkin melanjutkan S2 seperti rencana terdahulu. Bahkan saya kemudian ingat, ada janji saya yang belum saya tepati, serta sesuatu yang belum saya bereskan padahal beliau sudah pernah memintanya. Astaga. Afwan jiddan, belum bersilaturahmi seperti yang seharusnya.....

Sekali lagi, saya membangun dunia saya sendiri. Dunia yang terkadang tidak saya buka untuk orang lain. Ingat sekali dengan beberapa perkataan saudari...

"Kenapa anti sekarang semakin tertutup?"
"Kenapa pertemuan itu semakin mahal harganya?"
"Kenapa saya semakin tidak tahu apa-apa mengenai dirimu? Maafkan aku saudariku, mungkin aku tidak selalu bisa membantumu, tetapi Insya Allah aku siap mendengarkanmu..."
"Kenapa kamu tidak menceritakan apa-apa kepadaku?"

Saya sendiri pun hampir-hampir tidak tahu jawabannya. Satu hal yang saya sadari, batas itu semakin ada dan terlihat. Entah kenapa, saya semakin cenderung untuk terdiam, hampir tidak menjelaskan apa-apa ketika tersiar beberapa justifikasi yang terdengar tidak mengenakkan hati. Entah apakah saya yang sedang banyak pertimbangan ataukah memang saya semakin sok kuat dengan menyimpan apa-apa sendiri atau ada yang salah dengan diri saya. Atau memang penyakit cuek dan tidak peduli saya semakin akut. Entahlah...entahlah..entahlah...

Padahal, tertawa bersama itu menyenangkan. Saling tersenyum itu melegakan. Cekakakcekikik itu membahagiakan. Menangis bersama itu menguatkan. Saling bergandengan tangan itu menguatkan. Bicara dan mendengarkan itu sinergi yang berenergi.Berbagi itu membuat berarti. Mengerti itu mengajari berkorban.

Hiks.
*mewek. Cengeng ih.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer