Bingung Judulnya Apa
Naila (5) merengek-rengek di depan rak yang memajang susu botol instan berderet-deret di sebuah supermarket di Jalan Palur. Gadis kecil itu meminta dibelikan susu botol dalam jumlah banyak dan menolak mengkonsumsi susu kardus yang seperti biasanya. Orang tuanya mengatakan, bahwa hal tersebut terjadi karena sudah beberapa bulan ini, Naila mereka ajak berbelanja keperluan bulanan ke sebuah supermarket. Model pelayanan swalayan telah meciptakan skema budaya konsumtif pada diri Naila.
Ini kisah nyata.
D, Seorang gadis kelas dua SMP, mengaku sudah melakukan perawatan wajah di sebuah center perawatan wajah yang kelasnya sudah bukan salon melati. Kelas dua SMP, dengan kondisi wajahnya yang jelas sekali tidak punya masalah serius yang harus ditangani seorang dokter kulit. Ternyata, kakak perempuannya yang usianya terpaut lima tahun dengannya juga melakukan perawatan wajah di tempat yang sama.
Ini juga kisah nyata.
H (20), seorang mahasiswi sebuah akademi kebidanan, terbiasa membeli baju, sepatu, tas, dompet dan aksesoris lainnya yang lebih dari satu. Meskipun perlengkapan lamanya masih bagus dan bias dipakai, ia selalu tertarik untuk membeli lagi.
A (21), seorang mahasiswi di kota Solo, dijuluki miss macthing. Ia cantik dan menarik serta mempunyai satu hal yang khas darinya, yaitu ia jarang sekali memakai baju yang sama untuk kedua kalinya saat kuliah. Orang yang memandangnya akan berpikir, sepertinya A selalu punya baju baru setiap hari.
Ini juga kisah nyata lah.
R (Rayhanissaa, 22 tahun) seorang mahasiswi di kota Solo, pergi ke sebuah mall di daerah Kleco. Dia Cuma diajak teman yang mau beli kue mochi, ujung-ujungnya pun dia juga nggak beli apa-apa karena nggak tahu mau beli apa. Mereka berdua melihat ada begitu banyak anak SD berseragam yang keluyuran bergerombol ke mall, makan di food court serta begitu banyak keluarga yang pergi ke mall memboyong personil keluarganya, termasuk anak-anak mereka. R juga rada-rada risih kalau ngeliat orang begitu mabuk beli baju,sepatu, tas, jilbab, aksesoria ketika yang lainnya masih sangat-sangat bagus, bias dipakai dan jumlahnya cukup. Ia juga merasa kasihan dengan para korban mode.
Ini mah sangat-sangat nyata. Apalagi tokoh utamanya. (hehe…)
Hei, ini bukan masalah uang yang kalian gunakan untuk itu, demikian kata R. Kalian boleh bilang, ya terserah gue dong mau beli apapun, duit-duit gue sendiri, kenapa lo ngurusin?. Itu memang uang kalian, mau dipake buat perawatan wajah, beli baju, sepatu, tas, kuda lumping, nraktir satu erte, silahkan. Tapi tempatkan dengan jelas porsinya (ceileeh…R udah kayak ahli keuangan ajah)
Kalau misalnya kalian ngeborong baju banyak, rok banyak, tas banyak, sepatu banyak ketika kalian habis kerampokan baju satu lemari, maka R sih bakalan setuju-setuju saja. Maklum lah kalau memang jumlahnya tidak mencukupi. Maklumlah kalau emang itu benar-benar dibutuhkan. Tapi kalau kain-kain kalian udah nyaris bisa buat modal bikin butik atau factory outlet kecil-kecilan, pikir lagi !
Pikir lagi ! jangan sekedar berpikir, ya terserah dong, duit-duit gue sendiri…
Karena sekali lagi, model hidup seperti itu adalah model hidup yang tak lekang oleh waktu alias kemungkinan besar menurun ke anak-anak kita. (anak-anak kita ?).
Kembali lagi ke masalah Naila. Gadis kecil itu hanya beberapa kali diajak belanja ke supermarket. Hanya dengan melihat bahwa orang mengambil sendiri apa-apa yang dibutuhkan lalu dicemplungkan ke keranjang. Hanya dengan sekali saja ditawari oleh orangtuanya, adek mau ini ? Maka gadis kecil itu jadi keranjingan susu instan dan minta diborongkan susu botol sekali minum. Orangtuanya jelas jadi kewalahan ketika gadis kecil itu merengek-rengek dan tidak mau beranjak dari tempatnya sebelum dibelikan susu botol.
Kelihatannya sepele sih. Tapi jika tidak diintervensi, lihatlah dampaknya di masa depan.
Seperti kisah D. R sampai bengong mendengarnya. Kelas dua SMP sudah perawatan di salon yang kelasnya Raflesia Arnoldi alias gede banget, cabangnya dimana-mana. Atau mungkin R yang terlalu udik ya ? tapi ini, D masih kelas dua SMP, wajahnya juga tidak punya masalah serius kok. Jerawat sebiji dua tangkai kan wajar buat anak yang lagi puber. Dan dalam kondisi mereka tidak hidup di kota besar, hanya hidup di pinggiran kota dimana anak-anak SMp masih sibuk-sibuknya mencetin jerawat dan komedo pake pinset (emang bisa ?)
Sekali lagi, ini bukan sekedar masalah duit yang harus dikeluarkan untuk itu. Ada masalah lain yang tentu saja akan timbul.
Oh ya, ada satu syarat lagi yang bakal diampuni oleh R jika ada yang beli baju de el el dalam jumlah banyak atau dalam waktu yang sangat-sangat sering. Tapi syarat pertama tetap harus dipenuhi yaitu ada kondisi yang mengharuskan untuk gila belanja, misalnya ya kayak kerampokan baju satu lemari. Syarat kedua itu adalah pake duit sendiri (lhoh, kok..). kesimpulannya seperti ini, silahkan gila belanja jika kalian habis kerampokan baju selemari DAN (bukan atau) kalian udah bisa cari duit sendiri. Bukan duit hasil merayu orangtua.
Kalau yang ini, pasti Ibu R bakalan bangga mendengar pendapat putrinya. Lagipula ini hanya pendapat, syaratnya juga nggak jelas buat siapa, mungkin buat (jikalau suatu saat ada) orang yang memohon-mohon pada R untuk mau memaklumi kenapa orang tersebut harus ngeborong sandang…
Begitulah. Hidup semboyan : pakai sampai jebol ! hoho…
Karena ketinggalan zaman hanyalah permainan dunia fashion serta pemaksaan pikiran manusia untuk mengikuti standar yang dipaksakan ada.
Ini kisah nyata.
D, Seorang gadis kelas dua SMP, mengaku sudah melakukan perawatan wajah di sebuah center perawatan wajah yang kelasnya sudah bukan salon melati. Kelas dua SMP, dengan kondisi wajahnya yang jelas sekali tidak punya masalah serius yang harus ditangani seorang dokter kulit. Ternyata, kakak perempuannya yang usianya terpaut lima tahun dengannya juga melakukan perawatan wajah di tempat yang sama.
Ini juga kisah nyata.
H (20), seorang mahasiswi sebuah akademi kebidanan, terbiasa membeli baju, sepatu, tas, dompet dan aksesoris lainnya yang lebih dari satu. Meskipun perlengkapan lamanya masih bagus dan bias dipakai, ia selalu tertarik untuk membeli lagi.
A (21), seorang mahasiswi di kota Solo, dijuluki miss macthing. Ia cantik dan menarik serta mempunyai satu hal yang khas darinya, yaitu ia jarang sekali memakai baju yang sama untuk kedua kalinya saat kuliah. Orang yang memandangnya akan berpikir, sepertinya A selalu punya baju baru setiap hari.
Ini juga kisah nyata lah.
R (Rayhanissaa, 22 tahun) seorang mahasiswi di kota Solo, pergi ke sebuah mall di daerah Kleco. Dia Cuma diajak teman yang mau beli kue mochi, ujung-ujungnya pun dia juga nggak beli apa-apa karena nggak tahu mau beli apa. Mereka berdua melihat ada begitu banyak anak SD berseragam yang keluyuran bergerombol ke mall, makan di food court serta begitu banyak keluarga yang pergi ke mall memboyong personil keluarganya, termasuk anak-anak mereka. R juga rada-rada risih kalau ngeliat orang begitu mabuk beli baju,sepatu, tas, jilbab, aksesoria ketika yang lainnya masih sangat-sangat bagus, bias dipakai dan jumlahnya cukup. Ia juga merasa kasihan dengan para korban mode.
Ini mah sangat-sangat nyata. Apalagi tokoh utamanya. (hehe…)
Hei, ini bukan masalah uang yang kalian gunakan untuk itu, demikian kata R. Kalian boleh bilang, ya terserah gue dong mau beli apapun, duit-duit gue sendiri, kenapa lo ngurusin?. Itu memang uang kalian, mau dipake buat perawatan wajah, beli baju, sepatu, tas, kuda lumping, nraktir satu erte, silahkan. Tapi tempatkan dengan jelas porsinya (ceileeh…R udah kayak ahli keuangan ajah)
Kalau misalnya kalian ngeborong baju banyak, rok banyak, tas banyak, sepatu banyak ketika kalian habis kerampokan baju satu lemari, maka R sih bakalan setuju-setuju saja. Maklum lah kalau memang jumlahnya tidak mencukupi. Maklumlah kalau emang itu benar-benar dibutuhkan. Tapi kalau kain-kain kalian udah nyaris bisa buat modal bikin butik atau factory outlet kecil-kecilan, pikir lagi !
Pikir lagi ! jangan sekedar berpikir, ya terserah dong, duit-duit gue sendiri…
Karena sekali lagi, model hidup seperti itu adalah model hidup yang tak lekang oleh waktu alias kemungkinan besar menurun ke anak-anak kita. (anak-anak kita ?).
Kembali lagi ke masalah Naila. Gadis kecil itu hanya beberapa kali diajak belanja ke supermarket. Hanya dengan melihat bahwa orang mengambil sendiri apa-apa yang dibutuhkan lalu dicemplungkan ke keranjang. Hanya dengan sekali saja ditawari oleh orangtuanya, adek mau ini ? Maka gadis kecil itu jadi keranjingan susu instan dan minta diborongkan susu botol sekali minum. Orangtuanya jelas jadi kewalahan ketika gadis kecil itu merengek-rengek dan tidak mau beranjak dari tempatnya sebelum dibelikan susu botol.
Kelihatannya sepele sih. Tapi jika tidak diintervensi, lihatlah dampaknya di masa depan.
Seperti kisah D. R sampai bengong mendengarnya. Kelas dua SMP sudah perawatan di salon yang kelasnya Raflesia Arnoldi alias gede banget, cabangnya dimana-mana. Atau mungkin R yang terlalu udik ya ? tapi ini, D masih kelas dua SMP, wajahnya juga tidak punya masalah serius kok. Jerawat sebiji dua tangkai kan wajar buat anak yang lagi puber. Dan dalam kondisi mereka tidak hidup di kota besar, hanya hidup di pinggiran kota dimana anak-anak SMp masih sibuk-sibuknya mencetin jerawat dan komedo pake pinset (emang bisa ?)
Sekali lagi, ini bukan sekedar masalah duit yang harus dikeluarkan untuk itu. Ada masalah lain yang tentu saja akan timbul.
Oh ya, ada satu syarat lagi yang bakal diampuni oleh R jika ada yang beli baju de el el dalam jumlah banyak atau dalam waktu yang sangat-sangat sering. Tapi syarat pertama tetap harus dipenuhi yaitu ada kondisi yang mengharuskan untuk gila belanja, misalnya ya kayak kerampokan baju satu lemari. Syarat kedua itu adalah pake duit sendiri (lhoh, kok..). kesimpulannya seperti ini, silahkan gila belanja jika kalian habis kerampokan baju selemari DAN (bukan atau) kalian udah bisa cari duit sendiri. Bukan duit hasil merayu orangtua.
Kalau yang ini, pasti Ibu R bakalan bangga mendengar pendapat putrinya. Lagipula ini hanya pendapat, syaratnya juga nggak jelas buat siapa, mungkin buat (jikalau suatu saat ada) orang yang memohon-mohon pada R untuk mau memaklumi kenapa orang tersebut harus ngeborong sandang…
Begitulah. Hidup semboyan : pakai sampai jebol ! hoho…
Karena ketinggalan zaman hanyalah permainan dunia fashion serta pemaksaan pikiran manusia untuk mengikuti standar yang dipaksakan ada.
Menarik tapi mengena... Semoga saja kita tidak termasuk orang yang suka berlebih-lebihan...
BalasHapusPinter nih...22 tahun sudah mulai mengelola keuangan. Kebetulan banget :) saya ada ebook personal finance, mudah2an bermanfaat. Jangan segan2 untuk berbagi ya.
BalasHapusLink ebook: http://www.ziddu.com/download/8565364/nilahKesempatanTerakhirAndaMengaturKeuanganPribadi.pdf.html
Penerbit: http://prumpungonline.com
Ya nggak papa sih, menggerakkan sektor riil lah paling tidak.
BalasHapusTapi ya harus diperhatikan, pilih yang dari produksi dalam negeri, diutamakan dari usaha mikro, kecil, dan menengah.
Terus kalau hobi bali barang2 baru, yang lama dibagi2 ke yang kurang mampu gitu lho.
saya sendiri merasa saya sudah berubah sejak berada di jurangmangu...
BalasHapuslebih-lebih setelah lulus kuliah...
mentangmentang
BalasHapusiya, saya juga berharap begitu
BalasHapus@ aldi1988: iya, saya harap juga begitu
BalasHapus@ jurangmanguindah: koment anda yang paling bikin saya ketawa
@ septiayudhi : sipp....setuju sekali
@ pewarisnegeri01: Alhamdulillah, semua senang kalo begitu
@ priyo : ya iyalah...
/metode bales koment keroyokan begini adalah gejala frustrasi akibat sinyal internet yang matimurupmatimurupmati setiap sepuluh menit sekali/
hahah...setelah tak liatliat kok nyang koment anak Stan semua. hahahah
BalasHapusanak Stan beraksi, bicara keuangan
BalasHapus/kayaknya saya emang keblasuk di komunitas ini/
senang apanya?
BalasHapusTS nya anak stan juga? :D
BalasHapussenang : hati gembira.
BalasHapus/gak nyambung/
apa itu TS?
BalasHapustapak suci? tersangka?
Thread Starter, yang bikin posting
BalasHapushmm....ngaku nggak ya...(^_^)
BalasHapuspasti bukan anak STAN ^^
BalasHapussaya anak Psikologi
BalasHapustapi setidaknya, pernah jadi (mantan calon) anak Stan, he...
/maksa/